Sunday, February 19, 2023

Berkat Pembentukan Karakter

Suatu hari saat masih kuliah, aku ada tugas kuliah bikin program aplikasi. Aku belum mengerjakannya karena belum mengerti cara membuatnya. Sampai tiba sehari sebelum tugas itu harus dikumpulkan, aku jadi panik.  

Aku minta bantuan seorang teman yang pinter di bidang itu dan dia dengan sukarela mengajariku. Dia berusaha membuatku mengerti, sementara yang aku inginkan adalah tugas itu segera selesai.

Aku tak bisa menyimak penjelasannya karena dalam pikiranku dipenuhi kepanikan. Satu-satunya yang aku inginkan adalah tugas itu segera selesai bagaimanapun caranya biar besok bisa dikumpulkan. 

Jadi saat temanku dengan sabar menjelaskan proses logika pembuatan program itu, aku dengan tidak sabar malah mendesaknya untuk menyelesaikan tugas tersebut. 

Dia jadi kesal dan dengan ketus dia berkata, “Buat kamu, yang penting kelar (tugasnya) atau yang penting ngerti?!”

Aku terdiam dan segera menyadari kesalahanku. Kalaupun tugas kali ini bisa kelar, masalah serupa akan tetap terjadi saat ada tugas lain lagi. Yang aku perlukan adalah mengerti cara bikin programnya, bukan dibantuin ngerjain tugasnya.

Aku sering merenungkan kejadian itu sehubungan dengan pencarian jodoh yang aku lakukan. Saat usiaku semakin tua, aku semakin panik. Tak peduli bagaimana caranya, satu-satunya yang kuinginkan adalah agar Tuhan segera mengirimkanku jodoh. 

Aku bahkan melakukan berbagai upaya mencari jodoh karena merasa sepertinya Tuhan terlalu lambat.

Hal yang aku pahami kemudian, masa penantian itu memang aku perlukan sebagai kesempatan untuk pembaharuan paradigma dan perubahan karakterku. 

Tadinya aku memandang pernikahan sebagai jalan keluar dari berbagai masalahku. Aku harus segera menikah biar bisa bahagia. Aku harus segera menikah biar bebas dari tekanan sosial yang sering nanya kapan nikah. Aku harus menikah biar bisa punya anak. Itu doang pertimbangannya. Apakah pernikahan tujuannya hanya untuk itu? 

Dalam hal karakter, aku masih matre, tak mau mengalah, sombong, egois dan masih banyak lagi karakter buruk yang perlu diperbaiki. 

Pada saat aku menyadari bahwa hidupku di bumi ini punya tujuan khusus dari Tuhan, aku pun mengerti bahwa tujuan pernikahan bukan sekedar untuk pemuasan hasrat pribadiku. 

Pernikahan seharusnya juga berpusat pada pemenuhan tujuan itu. Jadi tujuan pernikahan adalah untuk membuatku dan pasanganku memenuhi panggilan hidup kami di bumi ini. Oleh karena itu aku harus menikah dengan orang yang tepat, bukan asal nikah aja.

Pernikahan bukan suatu pelarian dari berbagai masalah hidup. Sepanjang hidup kita, masalah akan tetap ada, baik menikah atau tidak menikah. 

Pernikahan adalah suatu tanggung jawab yang besar. Menerima suatu tanggungjawab yang besar saat aku belum siap dengan kapasitas karakter yang benar bisa malah bikin aku rusak. Mungkin juga karakterku yang buruk bisa membuat pasanganku menderita.

Oleh karena itu, Tuhan lebih tertarik untuk memperbaiki pola pikir dan karakterku terlebih dahulu. 

Dengan pola pikir yang benar tentang diriku sendiri dan tentang pernikahan, apapun masalah yang akan datang kemudian bisa diatasi dengan kematangan karakter yang benar.





1 comment:

Istri yang Suka Mengeluh dan Menjelek-jelekkan Suaminya

Suatu konflik dalam rumah tangga bisa berlangsung sementara atau mengakibatkan kerusakan permanen bila disikapi dengan cara yang salah. ...