"Ah..kalau bisa sama orang Bataklah, inang.."
Begitu kata mamakku waktu aku menceritakan padanya bahwa aku sedang dekat dengan seorang pria dari Solo, Jawa Tengah, pria yang sekarang jadi suamiku.
Aku maklum dengan permintaan mamak. Hampir semua orang Batak berharap anaknya menikah dengan sesama Batak. Mungkin suku lain juga demikian. Aku juga setuju bahwa menikah dengan sesama suku akan membuat pernikahan bisa lebih mudah karena tak harus repot beradaptasi dengan budaya yang berbeda.
Tapi dari perkenalanku dengan pria ini, aku melihat banyak karakter baik yang dia miliki dan banyak kriteria yang aku cari yang aku temukan padanya. Jadi aku pikir dia harus ditindaklanjuti dengan serius. Dengan cara mengenalkannya pada mamak dan mendapatkan persetujuan beliau sebelum melangkah lebih jauh. Karena bagiku restu orang tua adalah penting.
Memang mereka udah pernah ketemu waktu mamak sakit, pria ini datang besuk ke RS, tapi cuma sebentar. Jadi belum saling kenal dengan baik.
Karena mamak tampak tak setuju dengan pria yang berbeda suku ini, aku akhirnya menemukan ide untuk mempertemukan mereka pada suatu kesempatan. Aku dan pria ini berencana mengajak mamak jalan bareng ke mall, nonton dan makan bareng.
Aku menyampaikan rencana itu ke mamak untuk kami jalan bareng agar beliau bisa mengenal lebih dekat dan bisa menilai pria ini dengan lebih objektif. Aku tak bisa terima kalau dia harus didiskualifikasi hanya karena beda suku. Aku pikir kualitas seseorang tak ditentukan oleh sukunya.
Tapi mamak tampak ogah-ogahan. Aku jadi kesal dan bilang ke mamak, “Emang kalau udah cowok Batak udah kekmana kali kualitasnya?” Aku menyebutkan beberapa contoh pria Batak yang kami kenal yang menurut kami tak berkualitas baik sebagai suami. Mamak tampak merenungkannya sejenak sebelum akhirnya setuju untuk kami jalan bareng dengan pria ini.
Hari itu, Minggu, sepulang ibadah di gereja, kami segera ke mall. Pertama beli tiket nonton dulu. Tak ada film yang recommended sih menurut aku, tapi karena agenda kami hari ini adalah nonton bareng, akhirnya aku beli aja tiket film Robin Hood.
Setelah kelar beli tiket, sembari menunggu pria ini untuk makan siang bareng, aku dan mamak belanja dulu.
Pria itu tiba sekitar jam satu siang dan kami segera mencari tempat makan. Aku serahkan pada pria itu untuk memilih makanannya. Dia bagus dalam hal-hal seperti itu 😀. Dia memilih dan memesan beberapa makanan dan kita makan bersama.
Sepanjang acara makan, Mamak dan pria ini banyak ngobrol. Aku hanya mendengarkan dan sesekali ikutan nyahut dan sesekali ketawa kalau ada yang lucu. Aku juga menilai bagaimana cara pria ini bersikap dan berbicara pada mamak. So far so good.
Setelah kami selesai makan, kami segera ke bioskop untuk nonton. Kami duduk berjejer, Mamak, aku dan si pria.
Film dimulai dan kami fokus nonton. Menurutku filmnya tak menarik. Tapi walaupun tak tertarik dengan filmnya, aku tetap fokus nonton. Entah kenapa aku merasa bertanggung jawab untuk terus ngikutin ceritanya…dan tak lama aku sadar, ternyata 2 orang di sebelahku malah asik tertidur! Hmm…kompak banget ya 😀
Sepertinya cara ini berhasil. Mamak tampak happy. Sesampainya di rumah aku tanya gimana penilaiannya tentang pria itu. Mamak bilang, tampaknya orangnya baik, sopan, cerdas dan nggak bobangon (Apa ya Bahasa Indonesia nya bobangon 😀).
Setelah kami menikah, Mamak sering minta dimasakin makanan oleh Pak Suami, yang dia lakukan dengan senang hati. Mamak pun senang karena masakannya enak dan mamak gak harus repot-repot masak😀
Aku bahagia melihat orang-orang yang kucintai bisa bersama-sama dan nyambung dan saling menyayangi.
Sai sahat ma!
No comments:
Post a Comment