Beri Dirimu Kesempatan untuk Mencoba – Pengalaman Pertama Menulis Fiksi Mini Bersama Gol A Gong
Beberapa waktu lalu aku melihat info tentang program Pemecahan Rekor MURI: Menulis 10.000 Fiksi Mini Bersama Gol A Gong, Duta Baca Indonesia.
Program ini diselenggarakan bekerjasama dengan Perpustakaan Nasional dan SIP Publishing. Akan diluncurkan di jam kunjung perpustakaan sambil mengumumkan pemecahan rekor MURI. Akan ada hadiah juga bagi 15 karya terbaik.
Wow, sepertinya keren. Aku tertarik ikut lalu mendaftar ke salah satu contact person yang tertera di info tersebut.
Kemudian, aku dimasukkan ke sebuah grup WhatsApp peserta untuk mendapatkan info lebih lanjut tentang program ini. Di grup itu dijelaskan lagi tata cara keikutsertaan. Akan ada pelatihan menulis fiksi mini yang dibawakan oleh Gol A Gong melalui Zoom Meeting.
Aku lihat jumlah peserta yang mendaftar sudah sekitar 5 ribuan orang. Aku pikir, pastilah orang-orang yang berani daftar ke acara ini adalah pujangga-pujangga hebat yang terbiasa menulis fiksi dengan diksi-diksi yang puitis dan memikat.
Apalah aku ini? Aku hanya suka menulis curhatan kejadian hidup sehari-hari. Aku belum pernah menulis cerita fiksi.
“Ah, nggak usah ikutlah. Belum tentu juga berhasil.” Aku tidak ikut Zoom Meeting itu karena merasa agak jiper.
Dalam keraguan itu, aku mengumpulkan beberapa alasan kenapa aku nggak perlu ikut. Pertama, aku wanita bekerja yang sibuk. Aku juga seorang ibu rumah tangga yang perlu fokus ngurus anak dan suami. Aku juga nggak tahu cara nulis fiksi. Karena belum pernah, kan? Ikut tapi nggak lolos kurasi juga sia-sia. Wasting time.
Namun, walau semua pertimbangan itu terdengar begitu masuk akal untuk memutuskan tidak jadi ikutan, aku tetap penasaran melihat info-info di grup Whatsapp. Di situ ada info bahwa pelatihan lewat Zoom kemarin bisa diakses di YouTube juga. Iseng-iseng aku lihat juga video tersebut.
Materi itu disampaikan dengan sangat baik oleh Gol A Gong, yang kisah hidupnya ternyata membuatku takjub. Dia adalah pria dengan satu tangan, karena tangan satunya patah saat kecil ketika main “terbang-terbangan” dari atas pohon.
Dalam presentasinya, ada foto yang menunjukkan prestasinya di berbagai bidang. Dia pernah menang main badminton melawan seseorang bertangan dua. Dia juga membagikan kisah suksesnya sebagai penulis dengan banyak karya-karyanya yang sudah terbit.
Dari situ aku jadi mikir, “Dia yang punya keterbatasan aja bisa nulis dan berkarya, masa aku nggak?”
Saat dia memaparkan tentang syarat fiksi mini dan menunjukkan beberapa contoh cerita fiksi mini yang pernah dia buat, aku jadi makin percaya diri.
“Hm… gini doang? Kayaknya mudah sih.”
Fiksi mini adalah cerita pendek yang sangat pendek, panjangnya antara 300-500 kata. Ada empat unsur penting yang harus ada: 1 lokasi, 1 peristiwa, 1 waktu, dan twist ending alias ending yang mengejutkan.
Aku ingat, banyak kok kejadian dalam hidupku yang ending nya mengejutkan.
“Bisalah kali itu dijadikan cerita fiksi,” pikirku.
Mendengar penjelasan Gol A Gong tentang pentingnya literasi dengan motto nya “Membaca itu sehat, menulis itu hebat”, akhirnya berhasil membangkitkan semangatku. Aku putuskan untuk ikut aja, sekalian belajar dan berkontribusi pada dunia literasi di negeriku tercinta ini.
Aku lalu bikin public commitment lewat pernyataan di media sosial dengan template yang disediakan seperti ini:
Lalu mulai menulis beberapa ide cerita yang terlintas di pikiranku.
Tapi, saat kulihat hasil tulisannya… kok biasa banget, ya? Yang di pikiranku terasa seru, tapi setelah ditulis malah jadi datar.
Hm… aku kembali ragu, “Jadi ikut nggak, nih?”
Karena sudah terlanjur bikin public commitment, akhirnya aku usahakan juga memperbaiki draft yang ku buat sambil bolak balik baca contoh fiksi mini yang diajarkan oleh Gol A Gong.
Aku bikin 3 cerita fiksi mini berjudul Libur Lebaran, Snack Box dan Gossip Kantor. Setelah diedit di sana-sini dan sudah lebih enak dibaca aku pun memberanikan diri untuk mengirimnya ke panitia.
Aku berharap sih bisa lolos kurasi untuk layak diterbitkan dan siapa tau aja menang sebagai salah satu karya terbaik.
Dan teryata, dari 3 karya fiksi mini yang aku kirimkan, 2 diantaranya lolos kurasi dan akan diterbitkan bersama karya Gol A Gong dan peserta lain dalam buku berjudul Topeng ini.
Wow ternyata aku bisa juga nulis cerita fiksi.
Aku nggak akan tau kalau nggak pernah berani mencoba dan belajar kan?
Kadang, kekhawatiran akan gagal, atau nggak langsung sempurna, sering menahan kita untuk mencoba hal baru yang sebenarnya menarik bagi kita.
Kalau pun nggak menang, ya nggak apa-apa. Emang kenapa kalau kita mencobanya untuk have fun dan belajar sesuatu yang baru?
“Let go of the need to win. Give yourself permission to try simply to grow, learn, and live fully.”