Bersinarlah dengan Cahayamu Sendiri

Kamu tak harus berlindung di balik cahaya atau pancaran warna orang lain untuk menjadi indah atau berharga. Kamu punya cahaya dan warna sendiri yang menyinari dan membawa keindahan dengan cara yang unik dan belum pernah ada sebelumnya.

“Pinjam duitmu dong, Sis..”

Dengan agak canggung dan malu aku beranikan diri mengucapkan permintaan itu pada seorang teman. Untungnya dia tak nanya untuk apa, hanya bertanya butuh berapa dan segera memberikannya.

Aku sangat lega akhirnya menemukan solusi untuk masalah kebutuhan uang yang mendesak itu. Uang ini aku perlukan untuk biaya perjalanan ke luar kota, menghadiri pernikahan salah seorang teman kantor. 

Aku sebenarnya tak begitu akrab dengannya walau kami bekerja di satu departemen. Namun aku merasa wajib ikut ke sana karena ada satu group pertemanan di kantor itu yang akan pergi ke sana juga. 

Grup pertemanan ini terdiri dari orang-orang cukup berada, lulusan dari kampus-kampus ternama di Indonesia dan beberapa bahkan lulusan luar negeri. Jabatan mereka di kantor juga termasuk orang-orang penting. Aku ingin sekali menjadi bagian dari mereka.

Kekurangan dana tidak menjadi masalah bagiku. Aku bisa mencari pinjaman demi mendapatkan tempat di hati kelompok pertemanan yang aku nilai keren itu.

Hari yang dinantikan tiba, kami berangkat beramai-ramai ke kota tersebut. Aku dan beberapa teman wanita nebeng naik mobil milik seorang teman. Di mobil itu ada sekitar 5 orang wanita dan 2 orang pria.

Sepanjang perjalanan mereka ngobrol dengan seru dan aku ikut-ikutan nimbrung biar dianggap asik. Aku melihat mereka tak begitu tertarik melibatkanku dan banyak topik yang sebenarnya aku kurang nyambung. Misalnya saat mereka membahas tentang tempat-tempat mahal yang aku belum pernah kunjungi. Tapi aku tetap berusaha terlibat. Ikutan tertawa saat mereka tertawa. 

Setibanya di kota tersebut, kami menginap di suatu hotel. Seorang panitia sudah menyediakan semua itu dan kami tinggal patungan bayar biayanya. 

Pada hari resepsi pernikahan, para peserta wanita dandan bareng di salah satu kamar. Mereka saling meminjamkan alat make up dan saling mengoreksi make up satu sama lain. Adapun produk make up yang mereka pakai adalah merek mahal yang hasilnya terlihat keren dan mewah. 

Lagi-lagi, demi dianggap asik, aku ikutan nimbrung. Walau sebenarnya aku tak butuh meminjam mascara, tapi biar dianggap berbaur, aku mencoba beramah tamah dengan meminjam mascara seorang teman. 

Si pemilik, seorang wanita cantik dan kaya, melihatku dengan tatapan kurang setuju tapi seperti tak punya pilihan lain selain menyerahkan alat make up itu. Aku bisa melihat ketidakrelaan di wajahnya dan merasa tersinggung. Tapi aku berusaha untuk tidak mempermasalahkannya. Mencoba berpikir positif sambil memasang muka badak.

Kami lalu menuju tempat resepsi di sebuah hotel yang lumayan mewah.

Aku menyalami pengantin yang tampak cantik dan gagah pada malam itu. Sang mempelai wanita, teman se departemen aku di kantor itu menyambutku dengan biasa aja, tidak se excited menyambut kedatangan teman lain. Aku bahkan menilai bahwa dia tak begitu suka melihatku datang.

Kami banyak poto bersama dengan rombongan teman kantor yang datang dari Jakarta, tampak bahagia, tampak kompak, tapi dalam hati aku merasa benar-benar kesepian. Aku merasa tidak dianggap bagian oleh mereka. 

Perjalanan yang dibiayai uang pinjaman itu menyisakan rasa lelah yang besar bagiku. Aku sakit hati oleh perasaan tertolak. Walau aku berusaha keras untuk membaur tapi seperti ada batas yang tak bisa kutembus.

Aku menyalahkan diriku untuk hal itu. Aku kurang kaya, kurang cantik, kurang asik menarik diajak ngobrol dan menilai semua itu adalah karena kekuranganku. Ah seandainya…

Hal-hal semacam itu adalah hal yang tadinya sering aku alami. Memaksakan diri masuk pada suatu kelompok padahal belum tentu mereka menganggapku berharga untuk dijadikan bagian. 

Mengapa aku merasa hal itu perlu? Karena aku kurang menghargai diriku sendiri. Aku ingin mencari nilai diri dari kelompok pertemanan yang isinya aku nilai orang-orang hebat dan kaya itu. Aku ingin berlindung di balik keindahan cahaya yang mereka miliki. Mana tau hal itu membuatku tampak bercahaya juga.

Bukan kali itu saja aku mencari nilai diri di tempat yang salah. Kadang juga aku mencarinya di barang-barang branded, di merk sepatu, di logo tas, title jabatan, gelar akademis dan hal-hal eksternal lain.

Tentu tak salah beli baju bagus biar terlihat pantes sesuai kebutuhan. Tentu tak salah bekerja dengan baik untuk peningkatan karir, bersekolah untuk meningkatkan diri. Menjadi salah bila aku menggantungkan nilai diriku pada hal-hal itu.

Entah karena udah makin tua atau karena makin sadar bahwa aku memang berharga dari sononya, kini aku makin bisa menerima diriku apa adanya. Dan memperlakukan diriku dengan lebih baik.

Kalau ingat bagaimana dulu aku begitu haus akan penerimaan, sering kali aku bertanya dalam hati, kenapa dulu aku mau melakukan hal-hal seperti itu ya? 

Mengapa aku mau diperbudak oleh nafsu receh untuk mengesankan orang lain yang demi itu aku harus berkorban banyak dan aku toh tak happy juga. 

Bagaimana bisa happy? Aku bahkan tidak menjadi diriku yang sebenarnya. Tidak authentic. Banyak topeng yang sengaja dipakai. Menjadi people pleaser, berusaha menyenangkan semua orang tapi diri sendiri kosong. Sudah tau ditolak dan dicuekin tapi masih datang dan cengengesan.

Karena sekarang ini, bila aku tau seseorang tidak menyukaiku, aku akan dengan ringan hati membatasi urusanku dengan orang tersebut. Tak mau terlalu memaksakan diri biar diterima atau biar disukai.

Yah nggak apa juga kalau orang lain tidak menyukaiku. Kan aku juga begitu kok. Aku tak menyukai semua orang. Ada yang nyambung ada yang nggak, wajar aja kan.


Seperti rangkaian bola lampu yang punya cahaya masing-masing, cahayaku sama penting dan berharganya dengan lampu lain. Setiap lampu memberi cahaya bagi lampu lain dan melengkapi satu sama lain dalam berbagai dimensi. 

Stop mencari-cari validasi dan persetujuan dari orang lain. Kamu memang punya value. Dan cahayamu bersinar unik dengan caramu. Tak harus nyama-nyamain dengan orang lain kok. Tak harus nyari-nyari dari siapapun.

Shine with your own light.




Popular posts from this blog

Menjadi Sahabat bagi Diri Sendiri dengan Perkataan Baik

Bertahan Hidup dan Tetap Waras adalah Suatu Pencapaian

Istri yang Suka Mengeluh dan Menjelek-jelekkan Suaminya