Wednesday, March 27, 2024

Pengalaman Menulis dan Menerbitkan Buku untuk Pertama Kali - The Worthy Single Lady


The Worthy Single Lady adalah buku solo pertama yang aku tulis. Berkisah tentang perjalanan hidupku ketika masih lajang, menghadapi berbagai tantangan karena belum menikah hingga usia 30 an. 

Mulai dari masalah patah hati karena putus dengan pria yang aku pikir akan jadi cinta pertama dan terakhir, berurusan dengan pria penipu berkedok cinta, kecewa dengan hubungan-hubungan yang tidak berakhir bahagia, tekanan social untuk segera menikah yang membuatku sempat  mempertanyakan keberhargaanku sebagai seorang wanita.

Semua problematika itu ternyata membawaku pada banyak proses penyempurnaan karakter dan perubahan pola pikir yang berharga. 

Aku pikir pelajaran-pelajaran yang aku dapatkan dari masa itu bisa bermanfaat bagi wanita Single yang saat ini mungkin mengalami masalah yang sama. Sehingga mereka bisa menjalani masa lajang dengan sikap dan pengertian yang benar.

Tantangan terbesar saat bikin buku ini bukanlah dari pihak luar melainkan  bersumber dari diriku sendiri. Yaitu, keraguan diri. Self doubt.

Pertama, aku ragu apakah aku mampu menguraikan ide dalam kepalaku dalam bentuk tulisan yang isinya terstruktur dengan baik. Karena berbagai ide berlompatan di dalam kepalaku dan aku tak tau pasti apa keterkaitannya satu sama lain.

Kedua, apakah ini hal yang penting untuk dijadikan buku? Rasanya membahas tentang hidup seorang jomblo yang berjuang mencari jodoh adalah topik yang terlalu remeh temeh. 

Sebagian besar dari isi buku ini adalah tentang kegagalan, kekecewaan, ke frustasi an dan kekuatiran seorang wanita lajang berusia matang. Topik yang biasa banget. Tak ada yang tampaknya begitu heroic dari hal itu.

Aku bukan orang hebat atau tokoh terkenal yang hidupnya menarik untuk dikupas. Bukan pula seorang wanita yang akhirnya menikah dengan Pangeran, misalnya pangeran William. Kalau begitu, mungkin bisa memberikan harapan bagi banyak orang bahwa mujizat Cinderella itu masih ada. Kisah hidupku biasa saja. Apanya yang akan menginspirasi?

Ketiga, aku bandingkan buku yang aku sedang tulis dengan buku-buku best seller internasional yang aku suka baca. Kisah ini rasanya tak ada apa-apanya. Siapa juga yang mau baca? Apakah akan ada yang beli?

Keraguan-keraguan itu memenuhi pikiranku dan berusaha menahan langkahku sepanjang proses pembuatan buku ini. 

Namun, aku berpikir, siapa yang akan tau bagaimana hasilnya kalau belum dicoba?

Gimana kalau sukses? Gimana kalau buku ini ternyata jadi Best Seller? Gimana kalau ternyata buku ini berhasil memberkati orang lain? Gimana kalau kisah biasa ini ternyata memberi manfaat bagi orang lain? Gimana kalau ternyata pesan di buku ini adalah jawaban dari pergumulan seseorang? Gimana kalau ternyata buku ini membuka jalan bagiku untuk membuat karya berikutnya yang lebih baik?

Sumber: Unsplash
 

Lalu aku pun tetap berusaha menyelesaikannya. Berusaha mengalahkan keraguan itu dengan tak henti-hentinya berkata pada diriku sendiri, “Kamu pasti bisa! Kamu pasti bisa! Kamu pasti bisa!”

Saat itu aku terbantu oleh kegiatan writing challenge selama 28 hari yang diadakan oleh mentor di Pelatihan Menulis PGRI bekerja sama dengan Penerbit Andi. Jadi tujuan tantangan menulis ini memang untuk membuat naskah buku yang nantinya akan dikirimkan ke Penerbit tersebut untuk diterbitkan dalam bentuk ebook.

Setiap hari peserta wajib menulis satu artikel di blog dan di share di group Whatsapp. Karena itu mau tidak mau aku tertantang untuk menuliskan semua ide yang aku ingin bagikan. Setelah selesai writing challenge, aku mulai menyusun tulisan-tulisan itu dalam bentuk naskah buku. Sekumpulan ide yang tadinya nggak beraturan, jadi lebih tertata isi dan urutannya.

Lalu aku share ke beberapa orang yang menurutku kompeten untuk mereview naskah tersebut. Mereka memberi tanggapan positif berkata bahwa naskah itu bagus, bahasanya ringan, lucu dan enak dibaca. Aku kurang puas dengan jawaban-jawaban itu karena menurutku buku ini seharusnya bisa lebih baik dari itu. Mungkinkah mereka bilang bagus karena tak ingin aku patah semangat?

Aku bolak balik baca naskah itu dan merasa bahwa semua ide yang ingin aku sampaikan sudah tertulis. Hanya aku masih ragu. Apakah ini sudah cukup layak publish? Apakah ini cukup berkualitas untuk di bagikan ke khalayak umum?

Aku bingung bagian mana lagi yang masih harus diedit. Makin aku edit isinya makin dikit. Aku takut nanti jadi habis isinya. Hehehe.

Lalu aku beranikan diri untuk kirim saja ke Penerbit Andi. Aku pikir, nanti juga kalau diterima, editor dari penerbit akan memberikan review yang membangun dimana perlu.

Beberapa saat kemudian aku dapat email dari penerbit yang berkata bahwa buku itu diterima untuk diterbitkan sebagai ebook. Wow..ini kabar yang membahagiakan!

Walau begitu, ternyata butuh sekitar 6 bulan untuk akhirnya buku itu selesai disetting oleh pihak penerbit karena harus ngantri dengan buku-buku lain. 

Aku masih merevisi beberapa bagian dan menambah beberapa poin lagi yang menurutku perlu ditambahkan. Butuh waktu sekitar 3 bulan untuk bolak balik mengurus revisi, setting,  pemilihan cover, pengajuan e-ISBN dan penandatanganan kontrak penerbitan buku. 

Saat ini akhirnya buku tersebut telah diterbitkan sebagai ebook. Suatu pengalaman menerbitkan buku pertama yang mengesankan. Aku happy akhirnya berhasil menyelesaikan naskah buku ini dan ternyata ada juga penerbit yang mau menerbitkannya.

Benar juga, kita tidak akan pernah tau bila kita tidak pernah mencobanya.

You'll never know what you're capable of if you never take the first step and try. -Ikish Mullens

 

No comments:

Post a Comment

Allow God to Bless You – Menerima Berkat Tuhan dengan Sukacita

Accept gratefully “ When we give cheerfully and accept gratefully, everyone is blessed .” – Maya Angelou Aku punya tetangga, seorang wanit...