Photo by Patrick Perkins on Unsplash |
Pernyataan bahwa rasa kecewa itu disebabkan oleh harapan kita yang terlalu tinggi terhadap sesuatu, menurut aku ada benarnya.
Saat kita berharap seseorang seharusnya melakukan ini itu tapi dia tidak melakukannya. Hasilnya memang rasa kecewa.
Dalam hal traveling aku pernah mengalaminya saat pertama kali ke Bali bersama 2 orang sahabatku ketika baru lulus kuliah.
Rencana ke Bali sangat membuatku bersemangat. Bagiku Bali adalah Suatu tempat wisata yang begitu indah yang terletak jauh dari tempat tinggalku. Bisa kesana adalah suatu impian yang jadi nyata.
Kami sudah beli tiket pesawat pulang pergi sekitar 6 bulan sebelum keberangkatan. Sejak saat itu kami pun mulai sering membahas dan membayangkan alangkah indahnya traveling kami disana nantinya.
Saat kami akhirnya tiba di Bali, hari pertama kami sangat bahagia. Namun, ternyata ada masalah yang terjadi kemudian. Kedua sahabatku punya harapan dan keinginan yang berbeda selama kami disana. Yang satu ingin ke tempat A, yang satu lagi ingin ke tempat B. Yang satu ingin melakukan kegiatan A, yang satu lagi ingin melakukan kegiatan B.
Suatu hal yang akhirnya membuat traveling pertamaku ke Bali berakhir tak Happy ending dan berakibat persahabatan kami jadi bubar.
Beberapa waktu kemudian, aku mulai sering traveling dengan teman kantor. Dari pengalaman travelling bersama teman kantorku, aku belajar membuat persiapan dan perencanaan perjalanan.
Biasanya kami bagi tugas untuk berbagai persiapannya. Ada itinerary yang disetujui semua peserta, ada penanggung jawab untuk tiket, penginapan dan rental mobil, bahkan untuk mendaftar pada event yang kami mau kunjungi di tempat tertentu. Rincian budget pun jelas sehingga tak menimbulkan drama-drama yang tidak perlu.
Dari hal itu aku sadar, kesalahan kami waktu pertama kali ke Bali itu. Kami semua punya ekspektasi yang berbeda tapi tidak mengkomunikasikannya di awal. Masing-masing menyimpan ekspektasinya dalam hati.
Aku beruntung karena memang tak ada ekpektasi khusus. Diajak kemana aja aku senang selama itu namanya di Bali.
Satu orang sahabatku memang secara aktif mengajak diskusi untuk rencana perjalanan. Tapi sahabatku yang satu lagi selama kami ngomogin rencana ke Bali memang tak banyak bicara. Lebih banyak berkata terserah aja. Dan baru ketahuan setelah di Bali ternyata dia punya banyak ekpektasi. Sehingga saat kami jalan ke suatu tempat yang tidak sesuai dengan ekpektasinya, dia protes dan kesal.
Tentu saja tak salah untuk punya ekspektasi tertentu. Kalau saja dia terbuka dan berkomunikasi dari awal.
Traveling bersama sahabat adalah menyenangkan, namun komunikasi yang jelas dan persiapan yang matang adalah satu hal yang penting. Jangan sampai mengalami kejadian tak asik seperti yang pernah aku alami bersama sahabat-sahabatku waktu itu karena ekpektasi yang tak dikomunikasikan.
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti tantangan menulis 30 hari di Kompasiana - Day 6
No comments:
Post a Comment