Wednesday, December 15, 2021

Merantau

Aku dibesarkan di Sibolga, sebuah kota kecil di daerah pesisir selatan Sumatera Utara. Sibolga adalah kota yang indah dengan banyak pantai. Rumah kami di Sibolga cukup dekat ke pantai. Sekolahku waktu SMA juga dekat ke pantai. Hal favoritku  adalah jalan-jalan ke pantai, main pasir, lihat sunset. Bagiku itu menyenangkan sekali. Aku membayangkan akan menghabiskan seluruh masa hidupku di Sibolga. Lulus sekolah, kerja, menikah, punya anak2 dan jalan ke pantai setiap sore untuk menikmati sunset.

Setelah lulus SMA, pada tahun 2003, aku bekerja di salah satu dinas pemerintahan sebagai staf honor di bagian administrasi. Waktu itu gajinya 300 ribu. Untuk ukuran anak baru lulus SMA di kampungku, jumlah segitu sebenarnya lumayan banget. Aku bisa menjadi anak muda yang berbahagia hanya dengan gaji segitu. Setidaknya aku bisa beli baju baru tiap bulan dan jalan2 berheppi2 dengan teman2ku di Sibolga.

Tapi dana sejumlah itu tak cukup bila mau membantu perekonomian keluarga. Waktu itu kondisi keuangan keluargaku lagi kurang baik, lagi susah2nya. Mamaku sebagai tulang punggung keluarga  harus bekerja keras untuk menafkahi keluarga. Mamaku kerjanya jualan ikan di pasar, tapi tampaknya makin hari makin sering mengalami kerugian. Aku tau bagaimana mamaku bekerja keras untuk kami selama ini dan aku merasa lulus SMA seharusnya aku bisa bekerja untuk membantu meringankan beban mamaku.

Berdasarkan saran dari salah satu adik mamaku yang sudah berdomisili di Jakarta, merantau ke Jakarta akan memberikanku peluang untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar, jadi biar bisa bantuin mamaku. Juga katanya merantau itu bagus untuk memperluas wawasanku biar gak seperti katak dalam tempurung.

Aku pun akhirnya memutuskan untuk merantau. Aku ingin sekali menambah penghasilan biar bisa bantu mamaku. Aku berangkat ke Jakarta dengan naik bus ALS. Butuh perjalanan tiga hari dua malam untuk tiba  di Jakarta dengan bus itu.

Tiba di Jakarta, aku tinggal di rumah adik mamaku dan dialah yang  membantuku mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk cari kerja di sana.

Setelah sekitar 2 bulan usaha pencarian kerja, akhirnya aku mendapatkan pekerjaan di sebuah pabrik. Sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang perakitan komponen elektronik. Waktu itu gajinya UMR, masih sekitar 1 juta an, tapi jumlah itu lumayan untuk aku bisa ngirim sebagian ke mama di kampung. Status sebagai karyawan kontrak tapi tak ada kejelasan kapan akan dijadikan karyawan tetap. Bekerja siang dan malam dengan sistem shift  dan lembur membuatku terkadang harus berada 12 jam bahkan lebih di pabrik dengan sistem bekerja berdiri di tempat. Itu hal yang melelahkan. Aku jarang punya waktu untuk bersantai. Rasanya aku menghabiskan masa remajaku di pabrik. Namun kombinasi antara kebodohan dan kebutuhan hidup membuatku tak punya banyak pilihan selain menerima saja keadaan itu. Banyak hal yang sering membuatku menangis dan ingin menyerah. Pekerjaan di lingkungan pabrik begitu keras menurutku. Aku juga menemukan banyak kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan baru di perantauan.

Kekuatan utamaku untuk bertahan adalah membayangkan wajah orang-orang yang aku cintai di kampung. Pernah aku begitu down dan ingin berhenti kerja dan pulang kampung saja, tapi membayangkan wajah mereka aku gak tega. Wajah ibuku yang hitam dan kurus dan seperti kehabisan akal untuk menafkahi adik-adikku. Wajah adikku yang cowok, yang kurus dan hitam, yang masih sekolah di SMU dengan semangat belajar yang super tinggi plus prestasi akademik gemilangnya. Wajah adikku yang cowok yang satu lagi yang kurus juga tapi nggak hitam dan prestasi di sekolah biasa aja. Dan wajah adikku yang cewek yang cantik dan kurus juga yang selalu senang/excited menerima pemberian sekecil apapun dariku. Aku baru sadar kalau seluruh anggota keluargaku bertubuh kurus. Mungkin  ini karena kami kurang gizi 😁😅

Sekarang sih keadaan ekonomi keluarga kami udah lebih baik. Adik2 ku sudah lulus kuliah dan bekerja.

Dan sekarang, setelah hampir 18 tahun berada di perantauan, aku melihat bahwa semua hal yang aku alami waktu tahun2 pertama merantau dulu itu adalah baik adanya. Semua itu membentukku menjadi pribadi yang lebih kuat dan mandiri dan semoga aja menjadi lebih bijaksana juga...

 

 

No comments:

Post a Comment

Istri yang Suka Mengeluh dan Menjelek-jelekkan Suaminya

Suatu konflik dalam rumah tangga bisa berlangsung sementara atau mengakibatkan kerusakan permanen bila disikapi dengan cara yang salah. ...