Cerita Belum Selesai, Teruslah Bertumbuh – Pelajaran dari SRWP (Self Reconstruction and Wellness Program) Batch 3

 


Growth is painful, change is painful. But nothing is as painful as staying stuck somewhere you don’t belong to.

Di antara rasa takjub dan pikiran tercerahkan setelah baca hasil profiling yang aku dapat dari program SRWP alias Self Reconstruction and Wellness Program, aku juga merasakan sebentuk perasaan gentar dan penyesalan.

Takjub karena analisa yang diberikan benar-benar sesuai dengan diriku dan tercerahkan karena banyak potensi tersembunyi yang disingkapkan. Namun juga gentar karena sepertinya begitu banyak hal yang masih perlu dibenahi sementara usiaku sudah tidak muda lagi. Coba dari dulu aku telah melakukan ini, mungkin tidak akan jadi sebanyak dan seberat ini.

Aku ikut SRWP Batch 3 yang diadakan oleh Garuda Amerta Consulting mulai dari February hingga Mei 2025 terdiri dari kelas online zoom dan offline di Hotel Alana Sentul Bogor. Program ini bertujuan untuk membantu peserta untuk membangun kembali diri dengan menggunakan aneka ilmu pengetahuan.

Setiap peserta dapat profiling dari ilmu Psikologi, Grafologi, Nonagon Archetype Numerology, dan Ba Zi. Mengarahkan peserta untuk lebih memahami dirinya, tantangan dan potensi yang dimiliki juga saran-saran perbaikan. Program ini dilengkapi juga dengan Matrix Hypnotherapy yang mengajarkan strategy membangun sistem dalam upaya perbaikan diri yang lebih efisien dan efektif.

Sebagian besar dari saran-saran peningkatan diri yang aku dapatkan dari para coach di SRWP ini adalah hal-hal yang selama ini memang pengen aku lakukan tapi tak kunjung aku lakukan. Aku berusaha menunda-nunda dengan mencari dalih bahwa aku sudah tidak muda lagi.

"Ya sudahlah..mau nyari apa lagi sih?"

"Bersyukurlah dengan apa yang ada"

Kalimat-kalimat ini mungkin terdengar baik tapi ternyata tak berhasil membuatku merasa lebih baik. Walau berusaha menghibur diri bahwa hidupku sudah cukup baik, sudah kuliah, bekerja, menikah, punya anak, sudah mencapai hal-hal yang selama ini ku pahami sebagai ukuran kesuksesan seseorang tapi aku tau bahwa aku belum merasa penuh.

Aku juga melihat bahwa banyak hal yang aku lakukan sebenarnya hanya untuk mencari pengakuan dan mengesankan entah siapa. Aku belum sepenuhnya menghidupi panggilan jiwaku.

Walau aku merasa ada suara yang mengingatkan untuk bergerak melakukan sesuatu, tapi aku pura-pura tidak dengar.  Mengikuti arahan itu berarti aku perlu meninggalkan zona nyaman dan berurusan dengan rasa takutku. Makanya aku berusaha meredam suara-suara itu dengan berbagai kesibukan yang sebenarnya bagiku bukan hal yang penting-penting banget.

Tahap Perkembangan Psikososial

Dari kelas SRWP ini aku juga menjadi tau tentang tahapan Perkembangan Psikososial menurut Erik Erikson. Hal yang seharusnya terbentuk dalam diri seseorang dalam rentang usia tertentu:

1. Tahap Membangun Kepercayaan (Trust vs. Mistrust) - usia 0 - 18 bulan

2. Tahap Membangun Otonomi (Autonomy vs. Shame & Doubt) - usia 18 bulan – 3 tahun

3. Tahap Berinisiatif (Initiative vs. Guilt) - usia 3 – 5 tahun

4. Tahap Merasa Mampu (Industry vs. Inferiority) - usia 5 – 13 tahun.

5. Tahap Membangun Identitas (Identity vs. Confusion) – usia 13 – 21 tahun

6. Tahap Menjalin Kedekatan (Intimacy vs. Isolation) - (21 – 39 tahun)

7. Tahap Dewasa (Generativity vs. Stagnation) - usia 40 – 65 tahun

8. Tahap Kematangan (Integrity vs. Despair) - usia 65 tahun dan setelahnya

Misalnya, di tahap 1 yang dimulai dari usia 0-18 bulan adalah masa awal kehidupan dimana seseorang mulai belajar membangun kepercayaan.

Bila di tahap itu dia diasuh dengan baik dan mendapatkan apa yang menjadi kebutuhan dasarnya dengan konsisten dan penuh kasih sayang, maka rasa percaya (Trust) itu terbentuk. Dia menjadi seseorang yang memandang dunia sebagai tempat yang aman dan bisa dipercaya. Sebaliknya bila dia dibesarkan dengan pengasuhan yang buruk, abusive atau diabaikan, rasa percaya itu tidak terbentuk (Mistrust). Dia menjadi orang yang cenderung cemas, curiga dan merasa tidak aman. (Penjelasan Selengkapnya baca disini ya - Perkembangan Psikososial).

Idealnya seseorang akan bertumbuh dengan lebih mudah bila sesuai tahapan usia ini. Apabila tidak bertumbuh dengan semestinya di usia tertentu, maka tahap pertumbuhan itu akan terulang lagi di usia selanjutnya.

Perbaikan tetap bisa diupayakan di tahap usia selanjutnya, namun karena sumber dayanya yang alami sudah tidak tersedia, perlu upaya yang lebih besar lagi untuk mencapai aspek pertumbuhan yang tidak kita dapatkan sesuai tahapan itu.

Aku sedikit kesal saat melihat tahap pertumbuhan versi Erik Erikson itu karena aku menyadari bahwa apa yang terbentuk di dalam diriku dari tahap 1-6 ternyata hanya dapat bagian setelah kata vs. Yaitu Trust vs Mistrust dapatnya Mistrust, Autonomy vs Shame & Doubt dapatnya Shame & doubt. Initiative vs. Guilt dapatnya Guilt, Industry vs. Inferiority dapatnya Inferiority, Identity vs. Confusion dapatnya Confusion, Intimacy vs. Isolation dapatnya isolation. Hal ini disebabkan oleh pola asuh yang kurang masuk akal di masa lalu ditambah ketidaktahuan dan keraguanku untuk mulai melangkah memperbaiki diri.

Saat ini aku berusia 41 tahun, berarti memasuki tahap ke tujuh, Generativitas VS Stagnansi. Di tahap ini aku mulai berfokus untuk memberikan kontribusi yang berarti pada komunitas, masyarakat atau generasi penerus. Mungkin ingin berkontribusi sesuai dengan panggilan jiwa kali ya.

Menjadi konflik karena aku merasa di usia segini hidupku malah seperti baru dimulai. Masih merangkak mulai membangun rasa percaya diri dan rasa percaya pada orang lain, belajar membangun inisiatif, mengatasi rasa bersalah dan inferioritas, masih bingung mau ngapain dengan hidupku dan masih berjuang belajar bagaimana caranya membangun hubungan baik dengan orang lain. Sekian banyak pelajaran di tahap pertumbuhan di masa lalu seolah dirapel dalam satu tahap saat ini. Hadeh!

Kadang merasa tawar hati melihat perkembangan diri yang terasa lambat dibandingkan dengan pencapaian orang lain. Sepertinya orang lain seumuranku tampak seperti pribadi dewasa yang kokoh dan teguh dan yakin akan apa yang mereka lakukan. Sementara aku di usia segini masih sering gamang dan bingung mau ngapain.

Cerita Belum Selesai

Di Tengah rasa gentar dan penyesalanku karena merasa terlambat memulai hidup, aku sedikit terhibur oleh perkataan Coach Awie Suwandi, pemateri Matrix Hypnotherapy, yang berkata, “Cerita belum selesai”.

Beliau memberikan semangat untuk tidak tawar hati dengan keadaan yang masih begini-begini saja saat ini karena ceritanya tidak berakhir di sini. Keadaan masih bisa diperbaiki. Kenyataanya kita masih diberi waktu untuk masih hidup dan membenahi diri.

Seperti hero di film-film, biasanya kan nggak langsung menang. Kalah-kalah, babak belur dulu. Terus bertapa dulu ke gunung, belajar jurus-jurus sakti dulu dengan kakek tua berjenggot, lalu kemudian kembali ke medan laga dan mengalahkan semua bandit nya.

Begitu pun kehidupanku saat ini, mungkin perlu berjuang membangun kembali diri, bangkit dari ketertinggalan, belajar lagi dan memulai lagi dengan strategy baru. Pada saatnya akan menjadi pemenang.

Karena telah kehabisan banyak waktu dan perlu mengejar ketertinggalan yang lumayan jauh, tak banyak waktu untuk trial dan error bila hanya mengandalkan pengalaman dan pengetahuan diri sendiri. Maka aku ikut SRWP ini. Aku perlu bantuan orang lain yang ahli dibidangnya, orang-orang yang sudah melalui perjuangan dan sudah tiba di tempat dimana aku mau menuju.

Ibarat mau mendaki gunung, mereka udah tau bagaimana rasanya mendaki dan bagaimana caranya tiba di puncak. Mungkin tadinya mereka tiba di sana dengan babak belur, tapi aku tak perlu se babak belur itu lagi bila sudah tau ilmunya.

Para coach di SRWP ini bisa membantu perjalanan ku menjadi lebih lancar dengan mengarahkan apa yang perlu dan yang tidak perlu dilakukan. Namun untuk tiba di tempat itu, aku sendiri yang perlu jalan dan mendaki. Ini adalah hidupku sendiri dan aku yang bertanggung jawab. Mau tidak mau memang harus ku lakukan bila ingin hidupku lebih bermakna dan berbahagia.

Semua hal yang kurang baik yang sudah terjadi di masa lalu tak perlu lagi disesali atau dikambinghitamkan. Semua itu adalah pembelajaran yang berharga. Bahkan bisa dimanfaatkan untuk kebaikan bagiku dan sesama. Aku mengapresiasi diriku untuk semua upaya yang telah dia lakukan untuk survive selama ini. Sekarang saatnya untuk bangkit dan terus bertumbuh.

Walau saat ini mungkin seperti tertinggal jauh, tapi cerita belum selesai. Bila aku tetap berusaha dan berani menantang diri untuk terus melangkah maju, pada akhirnya aku akan mencapai tujuanku. Menjadi pribadi sesuai dengan rancangan Tuhan semula saat menciptakanku ke muka bumi ini.

 

Slow growth is still growth. Be Kind to yourself.

 

Referensi:

https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/mengenal-perkembangan-psikososial

https://www.verywellmind.com/erik-eriksons-stages-of-psychosocial-development-2795740

https://www.simplypsychology.org/erik-erikson.html

Popular posts from this blog

Menjadi Sahabat bagi Diri Sendiri dengan Perkataan Baik

Bertahan Hidup dan Tetap Waras adalah Suatu Pencapaian

Istri yang Suka Mengeluh dan Menjelek-jelekkan Suaminya