Wednesday, February 15, 2023

Love Yourself First!

"When you make a mistake, respond to yourself in a loving way rather than a self-shaming way." - Getty Images

Photo by Content Pixie on Unsplash
 

Setiap kali aku membayangkan diriku bertemu dengan pria idamanku, aku membayangkan diriku sebagai seseorang yang bukan diriku apa adanya. Aku merasa diriku yang apa adanya ini bukan sosok yang pantas bersanding dengan pria idaman itu. Rasanya banyak banget hal yang ingin aku perbaiki dari diriku. Tapi, alih-alih berusaha memperbaikinya, aku memilih untuk membayangkan diriku sebagai orang lain yang lebih baik. Lebih cantik. Lebih berbakat. lebih hebat dll.

Aku tak menyukai sosokku. Aku merasa jelek dan tidak menarik secara fisik dan karakter.

Aku sempat merenungkan, bila aku saja tak naksir pada diriku sendiri, bagaimana orang lain akan naksir?

Aku mencoba memposisikan diriku sebagai pria idaman itu. Saat aku melihat seorang wanita dengan penampilan sepertiku melintas di depannya, akankah aku tertarik pada wanita itu? Apakah aku akan jatuh hati pada wanita dengan karakter seperti wanita itu?

Saat itu aku berpikir bahwa aku tidak akan naksir pada wanita itu. Aku tidak naksir melihat diriku sendiri.

Setelah menyadari bahwa aku adalah ciptaan yang berharga di mata Tuhan, aku sadar selama ini aku mempunyai pola pikir yang salah. Aku merasa tak berharga sehingga tidak mencintai diriku sendiri.

Aku pun berusaha untuk sepaham dengan Tuhan yang menilaiku berharga, mulia dan dikasihi. Aku mulai belajar untuk mencintai dan menghargai diriku sendiri. Aku adalah wanita yang berharga, aku tak boleh hidup dengan cara yang asal-asalan.

Semakin hari aku semakin mendekatkan diri pada Tuhan.  Mencari apa yang berkenan kepada Tuhan. Sedikit demi sedikit hati nuraniku mulai diisi dengan kebenaran dan aku berusaha untuk menghidupi kebenaran itu.

Caraku mencintai diri sendiri adalah dengan berusaha menjaga hati nurani yang murni. Dengan cara mendengarkan suaranya dan mengikutinya. Sering kali suara hati mendorong untuk melakukan sesuatu yang menurut aku benar dan seharusnya dilakukan. Tapi kadang ada rasa takut, malas, malu atau enggan melakukannya.

Karena terbiasa hidup semaunya, kadang hal itu membuat sering terjadi pergolakan batin. Satu sisi menentang dengan argumen-argumen yang tampaknya benar dan masuk akal untuk tidak melakukan apa yang dikatakan suara hati, tapi suara hati berkata lakukan hal yang benar. 

Dan setiap aku mengikuti suara hati nurani, biasanya ada rasa damai sejahtera dan sukacita dalam hatiku. Saat seperti itu aku bisa merasa bahwa aku makin mencintai diriku. Aku seperti mendengar hati nuraniku berkata pada diriku sendiri:

I love you, Ros…kamu telah melakukan sesuatu yang hebat. Kamu keren!”

Bila sebelumnya aku sering berkata-kata merendahkan pada diri sendiri, kali ini aku berusaha untuk mengucapkan kata-kata yang positif dan membangun. 

Saat aku melakukan suatu kesalahan, aku biasanya menghakimi diri dengan kejam dan berkata kasar, 

“Dasar bodoh!!” 

“Aduh!! Kenapa sih kamu bodoh banget!”

dan kalimat sejenis yang membuatku makin down dan putus asa pada diriku sendiri.

Kali ini kata-katanya aku ganti menjadi lebih berperikemanusiaan. 

“Tidak apa-apa masih ada salah, yang penting adalah kamu tetap belajar untuk menjadi lebih baik lagi. Jangan putus asa! Mari kita bangkit lagi…mari kita berusaha lagi. Hari ini masih ada untuk kita memperbaiki diri. Kita pasti bisa.”

Aku sering menyebutkan diriku sebagai kita dalam kalimat afirmasi itu karena aku menyadari, aku terdiri dari unsur tubuh, jiwa dan roh yang kadang punya keinginan yang berbeda. Aku berusaha untuk menjadi seseorang yang utuh, yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menjadi pribadi yang lebih baik.

Cara lain yang aku lakukan juga adalah dengan berusaha mengelilingi diriku dengan lingkungan yang positif.  Termasuk dengan akun di medsos yang aku pilih untuk follow atau unfollow. Ternyata ini sangat besar pengaruhnya. 

Selama ini kadang ada postingan/tulisan orang tertentu di medsos yang bikin aku kurang happy. Missal orang yang suka pamer, kadang membuatku insecure dan tergoda untuk membanding-bandingkan diri. Begitu juga orang yang suka mengeluh atau berantem. Kadang aku jadi ikutan emosi lihat orang-orang berantem dan berkata-kata kasar di medsos. Menyadari itu, aku menjadi lebih selektif dan unfollow banyak akun yang menurutku tak memberikan rasa positif pada diriku. Hanya mengikuti orang-orang yang menurutku pemikirannya menarik dan menginspirasi untuk jadi lebih baik.

Selain itu, aku berusaha memaksimalkan potensiku. Belajar beberapa hal baru yang selama ini belum pernah aku coba. Termasuk belajar make up dan belajar memasak (baking). Sesuatu yang ternyata bisa aku lakukan dengan baik, terbukti dari testimony orang yang aku rias dan orang yang nyobain masakanku.

Seiring dengan itu aku juga mulai merawat kecantikan dan lebih memperhatikan penampilanku. Mulai pakai wangi-wangian dan mencoba style busana yang berbeda dari yang biasa aku kenakan.

Upaya-upaya mencintai diri sendiri yang aku lakukan ternyata menyenangkan. Aku menikmati proses itu dan berpikir, kenapa aku baru melakukannya saat ini? Kenapa gak dari dulu aku melakukan ini? Hidupku terasa lebih berwarna dan lebih bermakna.

 

No comments:

Post a Comment

Istri yang Suka Mengeluh dan Menjelek-jelekkan Suaminya

Suatu konflik dalam rumah tangga bisa berlangsung sementara atau mengakibatkan kerusakan permanen bila disikapi dengan cara yang salah. ...