Thursday, November 3, 2022

Choose Your Own Adventure

Photo by Joshua Earle on Unsplash

 

Pada jaman dahulu kala, ketika aku masih anak-anak, aku pernah baca buku cerita anak yang berjudul Pilih Sendiri Petualanganmu (Choose Your Own Adventure).

Buku ini terdiri dari beberapa  seri kisah petualangan seru. Yang menarik adalah, dalam buku ini ceritanya menggunakan sudut pandang orang kedua, dan kita sebagai pembaca sebagai tokoh utama. Jadi kita seperti ikut berpetualang dengan pilihan jalan cerita yang bisa kita tentukan sendiri.

Aku udah agak-agak lupa jalan ceritanya seperti apa, tapi isi bukunya kira-kira seperti ini: Pada awal cerita, kita dikondisikan sedang berada di suatu situasi atau kejadian dan kita diberi pilihan bagaimana cerita tersebut akan berlanjut.

Misalnya, kita sedang berada dalam rumah. Tiba-tiba, kita melihat ada maling masuk ke rumah. Cerita selanjutnya bagaimana? Kita diberikan 2 pilihan. Pilihan A: menelpon polisi, pilihan B: lari dari pintu belakang dan berteriak.

Bila kita memilih A, kita diarahkan pada halaman tertentu yang merupakan kelanjutan kisahnya. Bila kita memilih B, kita juga diarahkan pada halaman selanjutnya yang berbeda. Dan di halaman selanjutnya itu pun akan muncul situasi tertentu dimana kita harus mengambil pilihan lagi. 

Ending dari cerita itu tergantung pada pilihan tindakan yang kita ambil. Petualangannya dapat berakhir pada keberhasilan atau kegagalan sesuai dengan pilihan kita sendiri.

Saat sudah dewasa, aku masih sering teringat akan buku itu setiap kali aku diperhadapkan pada situasi yang membuatku harus mengambil keputusan untuk memilih tindakan yang harus kulakukan.

Bila aku memilih cara ini, apa yang akan terjadi? Bila aku melakukan cara itu, apa yang akan jadi konsekuensinya? Aku memikirkan hal apa yang mungkin terjadi dalam setiap pilihan yang akan kuambil.

Beberapa waktu belakangan ini ada peristiwa pembunuhan seorang polisi yang diduga didalangi oleh atasannya sendiri. Si pelaku ini adalah seorang polisi yang karirnya dinilai cemerlang dan terus menanjak dengan pesat. Bahkan dengan kecemerlangannya diperkirakan dia punya potensi besar untuk dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi dan terhormat. Dia punya keluarga yang tampak harmonis dan berbagai fasilitas mewah dari karir yang cemerlang itu.

Banyak orang menyayangkan kenapa dia harus melakukan tindakan bodoh itu? Pembunuhan itu telah menjatuhkan karirnya dan kehidupan keluarganya menjadi terdampak juga.

Saat ini proses hukumnya masih terus berlanjut sampai ke pengadilan. Dari berbagai sumber, diketahui bahwa pembunuhan ini adalah didakwakan sebagai pembunuhan berencana, bukan suatu tindakan spontan untuk membela diri atau sekedar karena khilaf. Jadi semestinya butuh proses pertimbangan sebelum akhirnya dia mengambil tindakan itu.

Aku sempat mengikuti perkembangan kasus ini, dan sempat begitu terbebani juga memikirkan nasib orang-orang yang terlibat di dalamnya. Mulai dari pelaku, korban dan keluarga lainnya yang terimbas. Aku mengira-ngira, bagaimana proses pertimbangan yang lakukan pelaku sampai akhirnya memilih keputusan untuk membunuh itu?

Aku pernah dengar kotbah seorang Pendeta berkata bahwa seseorang tidak jadi baik atau jadi jahat secara mendadak. Keadaan seseorang baik atau jahat terbentuk dari pilihan-pilihan tindakan yang dia pilih untuk lakukan sehari-hari.

Karena itu, pendeta itu menekankan setiap saat seseorang perlu untuk memeriksa diri sendiri, apakah pilihan yang dia ambil itu benar atau salah.

Bukan saja pilihan besar apakah harus membunuh atau tidak, tapi mulai dari pilihan-pilihan kecil yang dilakukan sehari-hari. Misalnya kegiatan apa yang kita lakukan saat baru bangun pagi. Apakah kita langsung ambil hape dan sibuk scroll medsos sampai sekian jam? Atau memilih untuk berdoa pagi, olahraga dan sejenisnya.

Saat makan siang, apakah kita memilih makanan sehat atau asal makan apa aja sesuka hati kita?

Pilihan-pilihan kecil itu pun bisa membawa dampak besar dalam jangka panjang bila dilakukan sehari-hari atau sudah menjadi suatu kebiasaan.

Kebiasaan makan sembarangan, tentu akan mempengaruhi kesehatan kita di saat ini maupun di kemudian hari.

Kebiasaan scroll medsos berlebihan juga pasti membuat kita kehilangan banyak waktu berharga bersama keluarga atau untuk melakukan hal-hal yang berarti untuk meningkatkan potensi diri kita.

Waktu hidup kita di bumi ini terbatas. Setiap kita diberikan kebebasan untuk memilih bagaimana kita mengisinya. Hal-hal apa yang kita pilih untuk lakukan dalam waktu yang ada?

Dibutuhkan kesadaran terus menerus untuk menilai apakah pilihan yang kita buat sudah benar. Jangan sampai kita melakukan kebodohan yang akan kita sesali di kemudian hari hanya karena kecerobohan dalam memilih.

Sebagai orang dewasa kita bertanggung jawab atas setiap pilihan dan keputusan yang kita ambil. Jangan menyalahkan orang lain untuk keputusan apapun yang kita ambil.

 

 

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti tantangan menulis 30 hari di Kompasiana - Day 2

https://www.kompasiana.com/rosdayanti/63626854f4fbe413ff6fe5b2/choose-your-own-adventure

 

No comments:

Post a Comment

Istri yang Suka Mengeluh dan Menjelek-jelekkan Suaminya

Suatu konflik dalam rumah tangga bisa berlangsung sementara atau mengakibatkan kerusakan permanen bila disikapi dengan cara yang salah. ...