Thursday, June 30, 2022

Hidup Bebas Hutang

 


“Ini lagi diskon loh!”

“Belum ada uang sekarang? Tenang aja, bisa bayar gajian kok!”

“Mumpung masih muda, kapan lagi kita bisa jalan-jalan, happy-happy. Nanti kalau udah nikah dan udah punya anak, udah gak bisa loh kayak gini!”

“Jangan terlalu pelit sama diri sendirilah. Kau berhak mendapatkan ini!”

 

Itu adalah beberapa kalimat yang menjadi kelemahanku dalam mengelola keuangan yang stabil selama beberapa tahun sejak aku mulai bekerja.

Seringkali aku berada dalam keadaan yang disebut "besar pasak daripada tiang" karena pola hidupku yang boros. Aku juga sering tergoda untuk berhutang untuk hal-hal konsumtif.

Kalau ada yang nawarin suatu produk yang bisa bayar gajian atau dicicil, biasanya aku beli. Rasanya beli sesuatu yang bisa bayar pas udah gajian itu adalah suatu transaksi yang menguntungkan. 

Kalau ada produk yang lagi diskon, walau aku tadinya tak pernah mikir untuk beli produk itu, tiba-tiba jadi merasa itu adalah suatu kebutuhan. Dan bukan kebutuhan biasa tapi Kebutuhan primer, yang harus dibeli, sekarang juga! Hal ini biasa disebut Impulsive buying. 

Aku memang sudah rutin nabung tiap bulan, tapi aku belum punya tujuan yang jelas tentang peruntukan dana yang aku tabung, hanya dikumpulin aja di rekening tabungan. Jadinya tiap kali kepepet, dengan gampang mengambil dana tabungan sehingga jumlahnya tetap segitu-gitu aja. 

Waktu itu, ada sesuatu yang aku rasakan seperti takut kehilangan moment. Orang beli apa, aku juga pengen punya. Orang travelling kemana, aku juga jadi ingin. Kalau gak ada duitnya? Dengan mudahnya minjam. Jadilah berhutang menjadi suatu kebiasaan yang sulit untuk dilepaskan. 

Hal ini cukup bikin nyesek karena tiap akhir bulan keuanganku selalu defisit dan pas gajian biasanya gaji cuma numpang lewat sebelum di transfer lagi untuk bayar utang-utang konsumtif di bulan kemarin. 

Selama ini aku berpikir penyebabnya adalah kurangnya penghasilanku. Jadi aku berusaha untuk mencari penghasilan tambahan. Tapi saat ada penghasilan tambahan pun, tetap aja aku merasa kekurangan. 

Aku punya seorang teman yang cukup dekat. Terkadang aku pinjam uang dari dia. Dia berpenampilan sederhana dan jarang belanja macam-macam. Kalau diajak jalan-jalan, dia sering menolak dengan alasan gak ada budget untuk itu. Bahkan dia pernah kehilangan hp, dan gak beli hp dulu sampai berapa bulan nunggu duit tabungannya terkumpul dulu untuk beli secara tunai. Dia punya prinsip gak mau pinjam-pinjam duit. Katanya, hal itu seperti mempermalukan Tuhan. Karena kalau kita minjam duit, seperti Tuhan gak sanggup aja memelihara hidup kita. 

Waktu itu aku heran kenapa ada orang yang gak mau berhutang. Apa salahnya sih. Kenapa juga harus menyiksa diri menahan keinginan untuk beli sesuatu hanya karena tak mau berhutang. Kan bisa bayar besok-besok. Dan urusan besok kan dipikirin besok aja. Aku merasa hidup orang ini gak asik banget. 

Tapi aku lihat dia menjalani hidupnya tampaknya happy aja, santuy dan tanpa beban. Gak kayak hidupku yang tiap hari seperti berkejar-kejaran dengan keinginan demi keinginan yang tak kunjung habis. Keinginan yang bergerak terus. Saat satu keinginan tercapai, muncul keinginan lain dan begitu terus. 

Setelah banyak membaca tentang gaya hidup sederhana atau minimalist, aku menyadari, banyak kali aku membelanjakan duit untuk hal-hal yang sebenarnya tidak penting-penting amat. 

Apalagi saat aku melakukan decluttering, yaitu memilah dan menyingkirkan barang-barang yang ada di rumah yang menumpuk tak pernah digunakan, aku sadar, itu dulu belinya pake duit. Dan bahkan ada yang belinya berhutang. Tapi malah gak berguna. Jadi aku makin sadar, aku telah ceroboh dalam menggunakan uangku. 

Tidak peduli berapa besar penghasilan, jika pola hidup konsumtif begitu terus dibiarkan, maka akan terus menggerogoti keuangan. 

Waktu itu aku juga sedang mempersiapkan pernikahan. Aku ingin saat aku menikah, aku sudah punya kondisi keuangan yang stabil dan tidak kacau lagi. Aku sering mendengar kalau penyebab banyak retaknya hubungan rumah tangga adalah masalah finansial. Aku harus bisa mengelola keuangan dengan benar untuk menghindari hal-hal itu. 

Jadi aku memutuskan untuk membayar semua hutang-hutang itu dan berhenti membuat hutang baru. Mungkin kalau hutang yang bersifat produktif sih gak apa-apa kali ya karena masih akan menghasilkan. Yang aku maksud disini adalah hutang konsumtif. 

Sejalan dengan itu aku juga mulai belajar mengelola keuangan dan membuat anggaran bulanan.

Dan sudah sekitar 3 tahun terakhir ini aku tak pernah berhutang lagi untuk sesuatu yang konsumtif. Rasanya gimana? Rasanya hidup menjadi sangat ringan… 

Rasanya PLONG Kayak di empang! 😀

Saat gajian tiba aku tak pusing lagi mikirin utang sana sini. Fokus aja untuk memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan dana yang ada. 

Makin kesini aku juga mulai merasa bahwa aku tak punya terlalu banyak kepengenan lagi terkait hal materi. Misal lihat orang beli sesuatu, aku tak lagi merasa panas ingin beli juga. 

Seperti ada kesadaran di dalam diriku, apakah aku butuh barang ini? Kalau aku butuh aku beli, kalau nggak butuh, buat apa juga? 

Aku juga belajar merasa cukup dan belajar mencukupkan diri dengan apa yang ada. Juga lebih berkesadaran untuk membedakan mana keinginan dan mana kebutuhan. Karena seringkali yang dianggap kebutuhan ternyata hanya keinginan semata. Keinginan untuk mendapatkan citra diri, simbol kebanggaan dan pemuasan hawa nafsu.


No comments:

Post a Comment

Bertahan Hidup dan Tetap Waras adalah Suatu Pencapaian

No one is ahead in life, and no one is behind. Everyone is walking their own journey and will reach their destination in their own time. P...